Sebagaimana sudak diakui bersama
bahwa kewirausahaan merujuk pada pribadi yang mulia, yang mampu berdiri diatas
kemampuan sendiri, yang mampu mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, serta
mampu menerapkan tujuan yang dicapai atau dasar pertimbangannya sendiri. Lebih
jauh perkembangannya adalah sebagai rintisan usaha yang berwawasan masa depan.
Dengan demikian, wirausahawan
bukanlah sekedar pedagang, namun jadi lebih dalam dari maknanya, yaitu yang
berkenaan dengan mental manusia, rasa percaya diri, efisiensi waktu,
kreativitas, ketabahan, keuletan, kesungguhan dan moralitas dalam menjalankan
usaha mandiri yang tujuannnya adalah untuk mempersiapkan tiap individu maupun
masyarakat agar dapat hidup layak sebagai manusia yang kehadirannya ditujukan
untuk mengembangkan dirinya, masyarakat, alam dan kehidupan secara dinamis.
Dalam perspektif suatu bisnis, adalah merupakan tuntutan logis
bagi para pelakunya itu mengembangkan pemikiran dan langkah usahanya itu
terorientasikan untuk meraih sukses di masa depan.
Pengertian Orientasi Masa Depan
Orientasi masa depan adalah upaya antisipasi
terhadap masa depan yang menjanjikan.Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Ellizabeth B Hurlock (1981) peserta didik remaja mulai memikirkan kebutuhan
tentang masa depan secara sungguh-sungguh. peserta didik mulai memberikan
perhatian kepada yang besar terhadap bebagai lapangan kehidupan yang akan
dijalaninya. Diantara kehidupan di masa depan yang banyak mendapat perhatian
dari peserta didik adalah lapangan pendidikan (Nurmi 1989), disamping dunia
kerja dan hidup rumah tangga (havighurst 1984).
Menurut G Thrommsdorf (1983) Orientasi masa depan
merupakan fenomena kognitif motivasional yang kompleks, yakni antisipasi dan
evaluasi tentang diri di masa depan dalam interaksinya dengan lingkungan.
Sedangkan menurut Nurmi(1991), Orientasi masa depan berkaitan erat dengan
harapan, tujuan, standar, rencana, dan strategi pencapaian tujuan dimasa akan
datang.
Skema kognitif memberikan suatu gambaran
individu(peserta dididk) tentang hal-hal yang dapat diantisipasi dimasa yang
akan datang baik tentang dirinya maupun lingkungannya, atu bagaimana individu
mampu menghadapi perubahan konteks dari berbagai aktifitas komplek dimasa
datang.
Menurut Nurmi (1991) skema kognitif tersebut
berinteraksi dengan tiga tahap proses pembentukan orientasi masa depan yaitu:
a.
Motivation (motivasi)
b.
Planning ( perencanaan)
c.
Evaluation ( evaluasi)
Dengan turut sertanya aspek kognitif, maka berarti
bahwa perkembangan orientasi masa depan dipengaruhi oleh perkembangan kognitif.
Menurut nurmi (1991), perkembangan orientasi masa depan terlihat lebih nyata
ketika individu telah mencapai tahap perkembangan pemikiran operasional formal.
Pada umumnya orientasi masa depan peserta didik
berkisar pada tugas-tugas perkembangan yang dihadapi pada masa peserta didik
dan dewasa awal, yang meliputi berbagai laoangan kehidupan, terutama pendidikan,
pekerjaan dan perkawinan. Akan tetapi dibagian lain Nurmi (1989) menjelaskan
bahwa dari ketiga lapangan kehidupan tersebut yang lebih banyak mendapat
perhatian peserta didik adalah pendidikan.
Uraian diatas memberikan uraian bahwa sekolah
sangat menentukan masa depan peserta didik. Dalam pandangan peserta didik,
sekolah merupakan bagian yang berperan besar
dalam pembentukan konsep tentang kehidupan mereka dimasa yang akan
datang. Kegagalan sekolah dianggap sebagai kegagalan hidupnya dimasa depan. Oleh
senbab itu, peseta didik mulai memikirkan dan menentukan sekolah yang
diperkirakan mampu memberikan peluang bagi kehidupan dikemudian hari.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Orientasi Masa Depan
a. Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk
menyelesaikan sesuatu untuk mencapai standar kesuksesan dan untuk mencapai
kesuksesan.( Strantock,1998) Mc Clellan
mengunakan istilah need for achievement untuk memotivasi berprestasi ,dan
mendefinisikannya sebagai suatu dorongan pada seseorang untuk berhasil dalam
berkompetisi yang didasarkan atas suatu standra keunggulan.
Menurut Hainz Heckhausen (1967) motivasi
berprestasi adalah dorongan individu untuk meningkatkan atau mempertahankan
kecakapan setinggi mungkin dalam segala aktivitas dimana suatu standar
keunggulan digunakan sebagai suatu pembanding.
Standar keunggulan tersebut mencangkup tiga hal
yaitu:
a. Standar keunggulan tugas yaitu keunggulan yang
berkaitan dengan pencapain tugas secara sebaik-baiknya
b. Standar keunggulan diri yaitu standar keunggulan
yang berhubungan dengan pencapaian prestasi belajar yang lebih tinggi dibanding
sebelumnya
c. Standar keunggulan orang lain yaitu standar yang
berhubungan dengan pencapaian prestasi yang setara
Heikson lebih jauh menyebutkan 6 ciri individu
yangb memiliki motivasi berprestasi, yaitu:
a) Memiliki gambaran diri yang positif,optimis dan percaya diri
b) Lebih memilih tugas yang tingkat kesukarannya lebih sedang- sedang saja
dari pada tingkat kesukaran yang lebih mudah
c) Berorientasi ke masa depan
d) Sangat menghargai waktu
e) Tabah dan tekun dalam mengerjakan tugas
f) Lebih memilih seorang yang ahli sebagai mitra dari pada orang simpati
Menurut Ausubel dalam (howe 1984) motivasi berprestasi
mencangkup 3 komponen :
a) Dengan kognitif yang mendorong seseorang untuk mempunyai kompetensi dalam
subjek yang ditekuninya serta keinginan untuk menyelesaikan tugas yang
ditekuninnya dengan hasil yang baik
b) An ego enhancing one yaitu keinginan seseorang untuk meningkatkan kualitas
dan harga dirinya
c) Afiliasi yaitu keinginan seseorang untuk berkumpul dengan orang lain
Atkinson menjelaskan bahwa motivasi berprestasi
merupakan disposisi berprestasi usaha verhasil yang menganggapnya sebagai
dorongan dengan kecendrungan mendekati suatu keberhasilan daripada kegagalan, sebaliknya
individu yang memiliki motivasi prestasi yang rendah cendrung mengantisipasi
kegagalan.
Mengacu pada konsep diatas dapat dipahami bahwa
kebutuhan peserta didik akan prestasi belajar disekolah sangat ditentukan oleh
motivasi berprestasi yang akan bekerja keras dan sangat mudah atau sangat
sukar. Dengan memilih tugas yang sangat sukar dia mempunyai alasan mengenai
kegagalan yang akan dihadapinya, sedangkan tugas yang sangat mudah memberi
peluang untuk terhindar dari kegagalan.
Faktor lingkungan yang mungkin mempengaruihi
motivasi meliputi :rasa aman, rasa bersatu dengan kelompok, dan mendapat dukungan dari sekolah dan teman
sekelas. Goodenow membuktikan bahwa rasa diterima dan menyatu dengan kelompok
dan dukungan yang kuat berkaitan dengan motivasi dan prestasi akademik.
Iklim Sekolah
Iklim sangat berkaitan erat dengan prestasi belajar
pesrta didik disekolah,artinya iklim sekolah yang kondunsif akan membangkitkan motivasi
berprestasi mereka. Sebaliknya iklim sekolah yang kurang sehat akan menghambat
motivasi berprestasi mereka yang pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi
belajarnya,meskipun banyak faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar
mereka seperti pola belajar siswa,guru,sarana dan prasarana,namun iklim sekolah
menempati peran yang sangat penting, hal ini karena faktor-faktor iklim sekolah
tidak saja bersifat mendukung melainkan dapat mengangu jalannya proses belajar
Lingkungan Keluarga
Penelitian yang dilakukan oleh Mugiadi dkk (dalam
triyono1990) menunjukan bahwa kontribusi 8,8% terhadap prestasi belajar
sementara itu Moh Afiq dalm penelitiannya menyatakan bahwa antara perlakuan
orang tua, pendidikan orang tua dengan prestasi belajar mahasiswa dengan
koefisien korelasi 0,29,perlakuan orang tua tersebut antara lain untuk
memotivasi anaknya berprestasi, kesempatan belajar yang diciptakan orang tua
dirumah dan diluar rumah.
Tujuh variabel yang dianngap mewakili latar
belakang keluarga:
1.
Jumlah anggota keluarga
2. pendidikan orang tua
3. status jabatan keluarga
4. penghasilan keluarga
5. pengaturan rumah
6. kepemilikan
7. lingkungan pendidikan rumah
Resiliensi
Resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insani
memungkinkanya untuk menghadapi,mencegah,meminimalkan dari kondisi yang tidak
menyenangkan atau mencegah kondisi untuk diatasi.
Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan
tetap teguh dalam keadaan sulit. (Reivich dan Shatte,2002) resiliensi dibangun
dari beberapa kemampuan yang berbeda dan hampir tidak ada satupun individu yang
secara keseluruhan memilki kemampuan tersebut dengan baik.
Kemampuan resiliensi ini terdiri dari :
1. Regulasi emosi,
menurut Reivich dan Shatte (2002) regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap
tenang dalam tekanan
2. Pengendalian implus Reivich dan shatte (2002) mendefinisikan pengendalian impus adalah
kemampuan mengendalikan keinginan , dorongan,kesukaan, serta tekanan yang
muncul dari dalam diri seseorang.
3. Optimisme,
individu yang resilien adalah individu yang optimis.mereka memilki harapan
dimasa yang akan datang dan percaya dapat mengontrol arah hidupnya.
4. Empati,
mempresentasikan bahwa individu mampu membaca tanda-tanda psikologis dan emosi
dari orang lain
5. Analisis penyebab masalah, Seligman ( dalam Reivich dan
Shatte,2002) mengungkapkan sebuah konsep yang berhubungan erat dengan analisis
penyebab masalah yaitu gaya berfikir
6. Efikasi diri,
Reivich dan Shatte(2002) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan pada
kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dam memecahkan masalah dengan efektif .
KEPEMIMPINAN ORIENTASI MASA DEPAN
Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh
pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara
alamiah mempelajari kepemimpinan adalah “melakukannya dalam kerja” dengan
praktik. Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang
efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya,
kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas. Dan memang,
apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon,
Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita
harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah
mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Salah satu konsekuensi logis dari pernyataan demikian ialah bahwa
ciri- ciri kepemimpinan digunakan atau ditonjolkan dengan bobot dan intensitas
yang berbeda. Artinya, berbagai ciri yang dimiliki oleh seorang pemimpin tidak
seluruhnya digunakan secara serentak dengan tingkat penggunaan yang sama.
Misalnya, seorang pimpinan yang pada dasarnya merupakan seorang pemimpin yang
demokratik, dalam menghadapi situasi tertentu mungkin terpaksa menggunakan gaya
yang otokratik untuk sementara. Dalam hal demikian ciri- ciri yang sesuai
dengan gaya demokratik tidak akan digunakannya. Ciri- ciri yang mendukung gaya
yang otokratiklah yang menonjol dalam penggunaannya, sekali lagi mungkin hanya
untuk sementara.
Teori tentang analisis kepemimpinan berdasarkan ciri- ciri yang
ideal dalam bahasa Inggris dikenal dengan “Traits Theory” memberi petunjuk
bahwa salah satu ciri- ciri pemimpin yang ideal adalah Orientasi Masa Depan.
CIRI – CIRI KEPEMIMPINAN YANG
IDEAL
Para teoritisi yang mendalami berbagai aspek, masalah dan
pendekatan tentang kepemimpinan yang efektif pada umumnya telah sepakat bahwa
salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menganalisis
kepemimpinan bedasarkan ciri- ciri ideal yang menjadi idaman setiap orang yang
menduduki jabatan pimpinan. Namun kesepakatan demikian tidak berarti bahwa
telah terdapat consensus bulat tentang ciri- ciri ideal tersebut.
Per definisi pembahasan secara teoritikal menyangkut ciri- ciri yang bersifat ideal. Dengan perkataan lain, ciri- ciri tersebut merupakan hal yang perlu diusahakan pemiliknya terus menerus oleh setiap orang yang mendapat kesempatan menjadi pimpinan. Pada saat seorang menduduki suatu jabatan pimpinan tertentu, dapat dipastikan bahwa orang tersebut memiliki hanya sebagian saja dari ciri- ciri tersebut. Selebihnya merupakan hal yang harus diusahakan pemiliknya selama seseorang meneliti karilnya. Dengan usaha yang amat sungguh- sungguh pun tetap tidak ada jaminan bahwa keseluruhan ciri- ciri itu telah dimilikinya pada waktu yang bersangkutan mengakhiri masa pengabdiannya pada organisasi. Bahkan dapat dikatakan bahwa salah satu sumber kepuasan psikologis bagi seorang pimpinan tidak terletak pada terwujudnya keinginan untuk memiliki seluruh ciri- ciri ideal tersebut, melainkan pada pengetahuan dan keyakinan bahwa ia telah melakukan usaha yang maksimal untuk memiliki sebanyak mungkin ciri- ciri kepemimpinan itu.
Per definisi pembahasan secara teoritikal menyangkut ciri- ciri yang bersifat ideal. Dengan perkataan lain, ciri- ciri tersebut merupakan hal yang perlu diusahakan pemiliknya terus menerus oleh setiap orang yang mendapat kesempatan menjadi pimpinan. Pada saat seorang menduduki suatu jabatan pimpinan tertentu, dapat dipastikan bahwa orang tersebut memiliki hanya sebagian saja dari ciri- ciri tersebut. Selebihnya merupakan hal yang harus diusahakan pemiliknya selama seseorang meneliti karilnya. Dengan usaha yang amat sungguh- sungguh pun tetap tidak ada jaminan bahwa keseluruhan ciri- ciri itu telah dimilikinya pada waktu yang bersangkutan mengakhiri masa pengabdiannya pada organisasi. Bahkan dapat dikatakan bahwa salah satu sumber kepuasan psikologis bagi seorang pimpinan tidak terletak pada terwujudnya keinginan untuk memiliki seluruh ciri- ciri ideal tersebut, melainkan pada pengetahuan dan keyakinan bahwa ia telah melakukan usaha yang maksimal untuk memiliki sebanyak mungkin ciri- ciri kepemimpinan itu.
Telah ditekankan pada bagian lain buku ini bahwa dalam praktek
tidak ada seorang pemimpin yang secara konsisten menggunakan gaya kepemimpinan
tertentu. Situasi, kondisi, waktu, dan tempat yang berbeda sangat mungkin
menuntut penggunaan berbagai gaya kepemimpinan oleh seorang pemimpin. Aneka
ragam fungsi yang harus diselenggarakan pun sering menuntut gaya kepemimpinan
yang berbeda- beda.
Salah satu konsekuensi logis dari pernyataan demikian ialah bahwa
ciri- ciri kepemimpinan digunakan atau ditonjolkan dengan bobot dan intensitas
yang berbeda. Artinya, berbagai ciri yang dimiliki oleh seorang pemimpin tidak
seluruhnya digunakan secara serentak dengan tingkat penggunaan yang sama.
Misalnya, seorang pimpinan yang pada dasarnya merupakan seorang pemimpin yang
demokratik, dalam menghadapi situasi tertentu mungkin terpaksa menggunakan gaya
yang otokratik untuk sementara. Dalam hal demikian ciri- ciri yang sesuai
dengan gaya demokratik tidak akan digunakannya. Ciri- ciri yang mendukung gaya
yang otokratiklah yang menonjol dalam penggunaannya, sekali lagi mungkin hanya
untuk sementara. Teori tentang analisis kepemimpinan berdasarkan ciri- ciri yang
ideal dalam bahasa Inggris dikenal dengan “Traits Theory” memberi petunjuk
bahwa ciri- ciri pemimpin yang ideal adalah sebagai berikut:
a.
Pengetahuan umum yang luas, semakin
tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan organisasi, ia semakin
dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak secara generalis.
b.
Kemampuan Bertumbuh dan Berkembang
c.
Sikap yang Inkuisitif atau rasa ingin
tahu, merupakan suatu sikap yang mencerminkan dua hal: pertama, tidak merasa
puas dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki; kedua, kemauan dan keinginan
untuk mencari dan menemukan hal-hal baru.
d.
Kemampuan Analitik, efektifitas
kepemimpinan seseorang tidak lagi pada kemampuannya melaksanakan kegiatan yang
bersifat teknis operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara
dan kemampuan berpikir yang diperlukan dalah yang integralistik, strategik dan
berorientasi pada pemecahan masalah.
e.
Daya Ingat yang Kuat, pemimpin harus
mempunyai kemampuan inteletual yang berada di atas kemampuan rata-rata
orang-orang yang dipimpinnya, salah satu bentuk kemampuan intelektual adalah
daya ingat yang kuat.
f.
Kapasitas Integratif, pemimpin harus
menjadi seorang integrator dan memiliki pandangan holistik mengenai orgainasi.
g.
Keterampilan Berkomunikasi secara
Efektif, fungsi komunikasi dalam organisasi antara lain : fungsi motivasi,
fungsi ekspresi emosi, fungsi penyampaian informasi dan fungsi pengawasan.
h.
Keterampilan Mendidik, memiliki
kemampuan menggunakan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan bawahan, mengubah
sikap dan perilakunya dan meningkatkan dedikasinya kepada organisasi.
i.
Rasionalitas, semakin tinggi kedudukan
manajerial seseorang semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan
kemampuannya untuk berpikir. Hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak
hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan
pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi tersebut.
j.
Objektivitas, pemimpin diharapkan dan
bahkan dituntut berperan sebagai bapak dan penasehat bagi para bawahannya.
Salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemudikan organisasi
terletak pada kemampuannya bertindak secara objektif.
k.
Pragmatisme, dalam kehidupan
organisasional, sikap yang pragmatis biasanya terwujud dalam bentuk sebagai
berikut : pertama, kemampuan menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam
jangkauan kemampuan untuk mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan
sasaran yang realistik tanpa melupakan idealisme. Kedua, menerima kenyataan
apabila dalam perjalanan hidup tidak selalu meraih hasil yang diharapkan.
l.
Kemampuan Menentukan Prioritas,
biasanya yang menjadi titik tolak strategik organisasional adalah “SWOT”.
m.
Kemampuan Membedakan hal yang Urgen
dan yang Penting
n.
Naluri yang Tepat, kekampuannya untuk
memilih waktu yang tepat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
o.
Rasa Kohesi yang tinggi, :senasib
sepenanggungan”, keterikan satu sama lain.
p.
Rasa Relevansi yang tinggi, pemimpin
tersebut mampu berpikir dan bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakannya
mempunyai relevansi tinggi dan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasi.
q.
Keteladanan, seseorang yang dinilai
pantas dijadikan sebagai panutan dan teladan dalam sikap, tindak-tanduk dan
perilaku.
r.
Menjadi Pendengar yang Baik
s.
Adaptabilitas, kepemimpinan selalu
bersifat situasional, kondisonal, temporal dan spatial.
t.
Fleksibilitas, mampu melakukan
perubahan dalam cara berpikir, cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai
dengan tuntutan situasi dan kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan
prinsip-prinsip hidup yang dianut oleh seseorang.
u.
Ketegasan
v.
Keberanian
w.
Orientasi Masa Depan
x.
Sikap yang Antisipatif dan Proaktif
(Siagian, 2010:74-75).
ORIENTASI
MASA DEPAN DALAM ANALISIS KEPEMIMPINAN BERDASARKAN CIRI – CIRI
Salah satu ciri- ciri kepemimpinan yang harus dimiliki yaitu
orientasi pimpinan. Jika seseorang tergolong sebagai traditionalis, orientasi
waktunya akan ditujukan ke masa lalu dan bernostalgia akan meupakan ciri
utamanya. Jika seorang tergolong sebagai oportunis, orientasinya adalah masa
sekarang yang berarti mempunyai berbagai ciri seperti : ingin segera menikmati
hasil pekerjaanya, wawasan hidup yang sempit dan ketidak mauan mengambil resiko
besar. Jika seorang tergolong sebagai developmentalist, orientasi waktunya
adalah orientasi masa depan. Secara kategorikal dapat dinyatakan bahwa
orientasi masa depanlah yang diharapkan dimiliki oleh seorang pimpinan.
Memang benar bahwa seseorang perlu selalu mengingat masa lalunya.
Juga penting mengetahui dimana seseorang sekarang berada. Tetapi yang jauh
lebih penting adalah orientasi masa depan. Berarti bahwa untuk dapat menentukan
suatu bentuk orientasi masa depan yang tepat diperlukan suatu “potret” tiga
dimensi dari organisasi yang dipimpinya, yaitu masa lalu, masa sekarang dan
masa depan.
Pentingnya mengenal masa lalu organisasi terlihat pada pengetahuan
dan persepsi yang tepat tentang dua hal, yaitu : keberhasilan yang diraih
beserta factor- factor pendukungnya dan kekurang berhasilan atau bahkan mungkin
kegagalan beserta factor- factor penyebabnya. Maksudnya adalah untuk belajar
dari pengalaman masa lalu itu agar :
•
Keberhasilan dijadikan modal untuk
terus dikembangkan,
•
Kekurang berhasilan atau kegagalan
dijadikan bahan pelajaran agar kesalahan yang pernah diperbuat di masa lalu itu
tidak terulang kembali.
Pentingnya mengenali masa sekarang terletak pada manfaatnya untuk menentukan arah dan strategi yang akan ditempuh dimasa yang akan dating. Mengenali masa sekarang antara lain berarti adanya kejelasan tentang status dan posisi nyata berdasarkan fakta- fakta dan bukan berdasarkan kesan atau perasaan. Berdasarkan fakta- fakta tersebut kekuatan dan kelemahan organisasi dapat diidentifikasikan dengan tepat pula, yang berupa kekuatan untuk dipupuk dan dimanfaatkan dan yang berupa kelemahan untuk diatasi.
Pentingnya mengenali masa sekarang terletak pada manfaatnya untuk menentukan arah dan strategi yang akan ditempuh dimasa yang akan dating. Mengenali masa sekarang antara lain berarti adanya kejelasan tentang status dan posisi nyata berdasarkan fakta- fakta dan bukan berdasarkan kesan atau perasaan. Berdasarkan fakta- fakta tersebut kekuatan dan kelemahan organisasi dapat diidentifikasikan dengan tepat pula, yang berupa kekuatan untuk dipupuk dan dimanfaatkan dan yang berupa kelemahan untuk diatasi.
Berdasarkan kedua hal itulah masa depan organisasi direncanakan.
Agar dapat merencanakan masa depan yang diinginkan dengan baik, perlu diperkirakan
secara tepat empat hal, yaitu :
•
Kekuatan yang dimiliki oleh
organisasi, misalnya dalam bentuk dan jenis keunggulannya dibandingkan dengan
organisasi lain yang bergerak dalam bidang yang sama.
•
Kelemahan yang mungkin secara inheren
atau artifisal melekat pada tubuh organisasi,
•
Kepentingan berbagai pihak yang
menjadi “ stakeholders” bagi organisasi, yaitu semua pihak yang berkepentingan
dalam keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya,
•
Perkembangan dan perubahan yang diperkirakan
akan timbul dalam berbagai bidang seperti bidang politik, bidang ekonomi,
bidang keamanan, bidang pendidikan, dan bidang teknologi, terutama perkembangan
dan perubahan yang mempunyai dampak langsung bagi organisasi yang bersangkutan.
Merencanakan masa depan yang diinginkan berarti mendekatkan
organisasi di masa depan dengan kondisi masa depan yang sesungguhnya. Untuk
maksud tersebut, seyogyanya disusun berbagai alternative rencana sehingga
apabila situasi nyata menghendakinya, segera dapat dilakukan pilihan dari
berbagai rencana yang telah disusun tersebut. (Siagian, 2010:113-115).
CIRI
– CIRI PEMIMPIN VISIONER
Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan
untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh
para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan
usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana Kartanegara, 2003).
Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:
Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:
a.
Seorang pemimpin visioner harus
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan
karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk
menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.”
b.
Seorang pemimpin visioner harus
memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas
segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat “relate
skillfully” dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran
penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).
c.
Seorang pemimpin harus memegang peran
penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk
dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk
menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan
mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved
vision).
d.
Seorang pemimpin visioner harus
memiliki atau mengembangkan “ceruk” untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini
merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk
mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini
termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri
menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.
Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi
yang harus dimiliki oleh pemimpin visioner, yaitu:
a.
Visualizing. Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang
hendak dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat
dicapai.
b.
Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis
pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa
yang akan datang.
c.
Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan masa
depan. Dalam membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin
dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor
lain yang mungkin dapat mempengaruhi rencana.
d.
Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik
untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau
mempertimbangkan rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk
menanggulangi rintangan itu
e.
Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha mencari
alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan isu, peluang dan
masalah. Pemimpin visioner akan berkata “If it ain’t broke, BREAK IT!”.
f.
Taking Risks. Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap
kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.
g.
Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan
sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan segera menselaraskan
tugas dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.
h.
Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai sasara
dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke
luar organisasi. Dia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan berbagai
macam individu, departemen dan golongan tertentu.
i.
Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian
dalam pelatihan dan berbagai jenis pengembanganlainnya, baik di dalam maupun di
luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau
positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar
peluang untuk bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat
memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan
imajinasi.
j.
Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan adalah suatu bagian
yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang
tidak diinginkan atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif
menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.
Burt Nanus (1992), mengungkapkan ada
empat peran yang harus dimainkan oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan
kepemimpinannya, yaitu:
a.
Peran penentu arah (direction setter). Peran ini merupakan peran di mana seorang pemimpin
menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi,
guna diraih pada masa depan, dan melibatkan orang-orang dari “get-go.” Hal ini
bagi para ahli dalam studi dan praktek kepemimpinan merupakan esensi dari
kepemimpinan. Sebagai penentu arah, seorang pemimpin menyampaikan visi,
mengkomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan, serta meyakinkan orang
bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang benar, dan mendukung partisipasi
pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.
b.
Agen perubahan (agent of change). Agen perubahan merupakan peran penting kedua
dari seorang pemimpin visioner. Dalam konteks perubahan, lingkungan eksternal
adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan perubahan politis terjadi secara
terus-menerus, beberapa berlangsung secara dramatis dan yang lainnya
berlangsung dengan perlahan. Tentu saja, kebutuhan pelanggan dan pilihan
berubah sebagaimana halnya perubahan keinginan para stakeholders. Para pemimpin
yang efektif harus secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan ini dan
berpikir ke depan tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah. Hal ini
menjamin bahwa pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau
peristiwa-peristiwa yang dapat mengancam kesuksesan organisasi saat ini, dan
yang paling penting masa depan. Akhirnya, fleksibilitas dan resiko yang
dihitung pengambilan adalah juga penting lingkungan yang berubah.
c.
Juru bicara (spokesperson). Memperoleh “pesan” ke luar, dan juga berbicara, boleh dikatakan
merupakan suatu bagian penting dari memimpikan masa depan suatu organisasi.
Seorang pemimpin efektif adalah juga seseorang yang mengetahui dan menghargai
segala bentuk komunikasi tersedia, guna menjelaskan dan membangun dukungan
untuk suatu visi masa depan. Pemimpin, sebagai juru bicara untuk visi, harus
mengkomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang agar melibatkan diri
dan menyentuh visi organisasi-secara internal dan secara eksternal. Visi yang
disampaikan harus “bermanfaat, menarik, dan menumbulkan kegairahan tentang masa
depan organisasi.”
d.
Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih
yang baik. Dengan ini berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan
kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang dinyatakan. Seorang pemimpin
mengoptimalkan kemampuan seluruh “pemain” untuk bekerja sama, mengkoordinir
aktivitas atau usaha mereka, ke arah “pencapaian kemenangan,” atau menuju
pencapaian suatu visi organisasi. Pemimpin, sebagai pelatih, menjaga pekerja
untuk memusatkan pada realisasi visi dengan pengarahan, memberi harapan, dan
membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya
untuk masa depan. Dalam beberapa kasus, hal tersebut dapat dibantah bahwa
pemimpin sebagai pelatih, lebih tepat untuk ditunjuk sebagai “player-coach.”
http://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/indonesia-di-mata-pendiri-xiaomi.html
ReplyDeletehttp://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/ri-kirim-kopassus-ke-afghanistan-untuk.html
http://kreasimasadepan441.blogspot.com/2017/12/korut-diduga-kembangkan-rudal-pembawa.html
Tunggu Apa Lagi Guyss..
Let's Join With Us At vipkiukiu .net ^^
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami :
- BBM : D8809B07 / 2B8EC0D2
- WHATSAPP : +62813-2938-6562
- LINE : DOMINO1945.COM