Hukum Asuransi



Pengertian Asuransi
Ø  Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
“Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.
Ø  Undang-undang No. 2 Tahun 1992
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Ø  Prof. Mehr dan Cammack
“Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung”.
Ø  Khoiril Anwar
Asuransi adalah salah satu cara bagi pelaku bisnis untuk mengurangi resiko terhadap kerugian yang mungkin terjadi dalam sebuah transaksi bisnis. Asuransi akan membantu untuk mengganti biaya kerugian yang diderita sehingga kerugian yang diderita oleh pelaku bisnis bisa diperkecil”.
Dasar hukum asuransi
Seperti diketahui dinegara Perancis kodifikasi hukum perdata dan hukum dagang diselenggarakan oleh Kaisar Napoleon dan dimuat dalam dua kitab yaitu Code Civil (Kitab Hukum Perdata) dan Code de Commerce (Kitab Hukum Dagang) Ini terjadi pada permulaan abad 19. Pada waktu itu dalam Code de Commerce hanya termuat pasal-pasal mengenai asuransi laut. Dalam rancangan undang-undang yang diadakan dinegara Belanda untuk Kitab Hukum Dagang juga hanya termuat peraturan tentang asuransi laut. Baru dalam rancangan undang-undang terakhir yang kemudian menjadi undang-undang yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan (Wetboek Van Koophandel) dalam tahun 1838, termuat peraturan-peraturan mengenai asuransi kebakaran, asuransi hasil bumi dan asuransi jiwa. Sistem ini juga dianut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perniagaan untuk Hindia Belanda dulu, yang sampai sekarang masih berlaku di Indonesia.
Pokok-pokok pengaturan asuransi dalam KUHD terdapat dalam buku I bab 9 dan 10 serta buku II bab 9 dan 10. Buku I bab 9 mengatur tentang asuransi pada umumnya, buku I bab 10 mengatur tentang asuransi kebakaran, asuransi hasil pertanian dan asuransi Jiwa. Sedangkan buku II bab 10 mengatur tentang asuransi pengangkutan didarat dan disungai-sungai serta perairan pedalaman. Khusus mengenai bab 9 yang berjudul tentang asuransi pada umumnya mengandung arti bahwa ketentuan yang terdapat dalam buku I bab 9 tersebut berlaku bagi semua cabang asuransi baik didalam maupun diluar KUHD. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh H.M.N.Purwosutjipto (1988:S).
Dapat disimpulkan buku I bab 9 KUHD dapat berlaku bagi semua cabang-cabang asuransi baik didalam maupun di luar KUHD. Asuransi yang tidak termasuk jenis asuransi kebakaran, pengangkutan dan jiwa seperti yang diatur dalam KUHD merupakan perkembangan praktek berdasarkan kebutuhan untuk mengatasi risiko-risiko baru. Walaupun pokok-pokok pengaturan asuransi terdapat dalam KUHD, namun dasar hukum asuransi itu sendiri terdapat dalam pasal 1774 KUHPerdata yang menentukan bahwa :
“ Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah Perjanjian asuransi; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang”.
Dalam ketentuan pasal 1774 KUHPerdata seperti dikemukakan diatas antara lain disebutkan bahwa perihal asuransi akan diatur dalam KUHD. Oleh karenanya untuk mengetahui apakah dimaksud dengan asuransi dapat dilihat dalam pasal 246 KUHD. Asuransi menurut pasal 246 KUHD atau Wetboek van koophandel adalah :
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian , kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
Apabila kita melihat definisi tersebut dapat dilihat adanya unsur-unsur asuransi, yaitu :
1.      Penanggung dan tertanggung sebagai para pihak
2.      Premi yaitu sejumlah uang yang harus dibayar tertanggung kepada Penanggung
3.      Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum terjadi
4.      Ganti rugi, perjanjian asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi, namun ganti rugi hanya dikenal dalam asuransi kerugian ( dalam asuransi jiwa tidak dikenal adanya ganti rugi, karena hilangnya nyawa seseorang tidak dapat dikatakan sebagai kerugian, namun musibah yang pasti terjadi hanya waktunya tidak diketahui.
Keempat unsur diatas dapat dikatakan sebagai unsur mutlak dalam asuransi, sebab dengan tidak terpenuhinya salah satu unsur tersebut tidak dapat disebut sebagai perjanjian asuransi. Berdasarkan pengertian asuransi pada pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa dalam asuransi terdapat 4 unsur yaitu adanya perjanjian, premi, adanya ganti rugi dan adanya suatu peristiwa yang tak tertentu. Selain itu dalam menentukan apakah seorang penanggung menjadi terikat membayar ganti rugi, tidak saja semata-mata ditentukan oleh nyatanya peristiwa yang diperjanjikan telah terjadi dan nyatanya tertanggung telah menderita kerugian.
Untuk itu masih ditentukan lagi oleh beberapa faktor yang berpengaruh, umumnya faktor-faktor itu meliputi :
1.      Bagaimana dengan peristiwa yang diperjanjikan?
2.      Sampai seberapa jauh causa terjadinya kerusakan dihubungkan dengan peristiwa yang diperjanjikan ?
3.      Apakah bahaya datangnya dari luar atau dari dalam barang sendiri ?
4.      Adakah kesalahan tertanggung ?
5.      Hal-hal yang memberatkan resiko penanggung sudahkah diberitahukan tertanggung?

Sejarah hukum asuransi
1.    Zaman Kebesaran Yunani
Menurut Mr.H.J. Scheltema dalam bukunya “verzekeringsrecht” halaman 3 diceritakan oleh Aristoteles, pada zaman Yunani dibawah pemerintahan Iskandar Zulkarnain (Alexander yang Agung) 356-323 SM ada seorang Menteri Keuangan bernama Antimenes yang pada saat itu mengalami kesulitan keuangan. Pada saat itu ada sekumpulan budak belian dibawah pengawasan tentara, mereka itu kepunyaan beberapa orang kaya di Yunani. Menteri keuangan Antimenes tersebut mengusulkan kepada para pemilik budak belian tersebut agar mereka mendaftarkan budak – budak miliknya dan membayarkan sejumlah uang setiap tahunnya kepada Antimenes dengan suatu perjanjian apabila ada diantara budak yang sudah didaftarkan tersebut melarikan diri, Antimenes akan menangkap budak tersebut atau membayarkan sejumlah uang kepada si pemilik budak seharga jual beli dari budak tersebut.
Ternyata dengan idenya tersebut Antimenes mendapatkan sejumlah besar uang seperti uang premi dalam asuransi pada masa kini dan yang lebih penting dia mendapatkan uang yang ia butuhkan pada waktu itu. Namun demikian dia juga memikul risiko bahwa dikemudian hari ia mungkin harus membayar sejumlah uang seharga jual beli budak kepada pemilik budak apabila ada diantara budak itu yang melarikan diri. Perjanjian yang terjadi antara Antimenes dengan para pemilik budak belian ini pada pokoknya sama dengan perjanjian asuransi atau pertanggungan.

2.    Zaman Kebesaran Kerajaan Romawi
Perjanjian seperti pada zaman Yunani terus berkembang pada zaman Romawi sampai tahun ke–10 sesudah Masehi. Pada waktu itu dibentuk perkumpulan (collegium). Setiap anggota perkumpulan harus membayar uang pangkal dan uang iuran bulanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang meninggal dunia, perkumpulan memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain, perkumpulan memberikan bantuan biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu, perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara. Apabila ditelaah dengan teliti, maka dapat dipahami bahwa perjanjian-perjanjian tersebut merupakan peristiwa hukum permulaan dari perkembangan asuransi kerugian dan asuransi jumlah.
Mr.Scheltema menyebutkan beberapa buku yang menulis tentang sejarah Romawi, antara lain buku yang ditulis oleh Cicero dan Livius, didalam buku-bukunya dapat ditemui hal-hal yang menggambarkan mengenai perjanjian yang mengandung unsur-unsur asuransi ganti kerugian, walaupun tidak dapat dikatakan sama dengan perjanjian asuransi. Sebaliknya, Mr. Scheltema melihat berbagai perjanjian yang memiliki banyak persamaan dengan asuransi sejumlah uang (sommen-verzekering). Disebutkan oleh beliau adanya suatu perkumpulan (collegium) yang dinamakan collegium cultorum Dianae et Antinoi, dalam perkumpulan ini para anggotanya membayarkan sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, dan ketika para anggota perkumpulan ini meninggal dunia maka ahli warisnya akan mendapatkan sejumlah uang untuk biaya penguburannya. Ada juga perkumpulan yang anggotanya para tentara yang disebut collegium lambaesis,  didalam perkumpulan ini para anggotanya juga diwajibkan untuk membayar sejumlah uang pangkal dan uang iuran setiap bulannya, yang besarnya ditentukan. Apabila suatu saat salah seorang anggotanya mengalami kenaikan pangkat maka ia akan mendapatkan sejumlah uang yang dimaksudkan untuk berpesta merayakan kenaikan pangkatnya. Kedua perkumpulan tadi mirip sekali dengan suatu asuransi jiwa secara saling menjamin (onderlingne levensverzekering).
3.    Zaman Abad Pertengahan
Peristiwa–peristiwa hukum yang telah diuraikan di atas terus berkembang pada abad pertengahan. Di Inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu) perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini mengurus kepentingan anggota – anggotanya dengan janji apabila ada anggota yang kebakaran rumah, gilde akan memberikan sejumlah uang yang diambil dari dana gilde yang terkumpul dari anggota – anggota. Perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke – 9 dan mirip dengan asuransi kebakaran.
Bentuk perjanjian seperti ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman, dan negara–negara Eropa lainnya sampai pada abad ke – 12. Pada abad ke – 13 dan abad ke – 14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam perjalanan perdagangan melalui laut. Keadaan ini mulai tepikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya yang dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal perkembangan asuransi kerugian laut.
Akan tetapi, apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat di tempat tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya. Ini disebut bodemerij. Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu, sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah dibayar kembali.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai premi, sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai pihak yang menanggung resiko kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian. Jadi, uang hilang itu dianggap seolah–olah sebagai ganti kerugian kepada pemiliki kapal dan barang muatannya.
      Karena ada larangan menarik bunga oleh agama Nasrani yang dianggap sebagai riba, maka pola perjanjian tersebut diubah. Dalam perjanjian peminjaman uang itu, pemberi pinjaman tidak perlu memberikan sejumlah uang lebih dahulu kepada pemilik kapal dan barang muatannya, tetapi setelah benar–benar terjadi bahaya yang menimpa kapal dan barang muatannya, barulah dapat diberikan sejumlah uang. Namun, pada permulaan berlayar pemilik kapal dan barang muatannya perlu menyetor sejumlah uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menanggung. Dengan ketentuan apabila tidak terjadi peristiwa yang merugikan, maka uang yang sudah disetor itu menjadi hak pemberi pinjaman. Jadi, fungsi uang setoran tersebut mirip dengan premi asuransi.

4.    Zaman Sesudah Abad Pertengahan
      Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di Negara-negara Eropa Barat, seperti di Inggris pada abad ke-17, kemudian di Perancis pada abad ke-18, dan terus ke negeri Belanda. Perkembangan pesat asuransi laut di Negara-negara tersebut dapat dimaklumi karena Negara-negara tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke Negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama daerah-daerah jajahan mereka.
Pada waktu pembentukan Code de Commerce Perancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek van Koophandel Nederland, disamping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di Inggris, asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-Undang Asuransi Laut (Marine Insurance Act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847.
5.    Zaman Kodifikasi Perancis
      Kodifikasi hukum perdata dan hukum dagang yang dilakukan Kaisar Napoleon dimuat dalam Kitab Code Civil (KUHPER) dan Code De Commerce (KUHD). Pada abad ke 19, Code De Commerce hanya memuat pasal Asuransi Laut. Perkembangan asuransi laut didorong oleh dialihkannya suatu rancangan undang-undang di Inggris dalam tahun 1574 yang menciptakan suatu Dewan Asuransi untuk menjual asuransi tersebut. Beberapa tahun kemudian didirikanlah sebuah pengadilan istimewa untuk menangani perselisihan-perselisihan asuransi, dengan demikian pengadaan asuransi laut berubah dari kegiatan part time/ sampingan untuk para saudagar menjadi bisnis full time bagi para spesialis. Jika sebelumnya semua asuransi laut ditanggung oleh individu-individu berangsur-angsur bergeser menjadi perusahaan.
Perusahaan pertama yang diorganisasi untuk melakukan bisnis asuransi laut didirikan dalan tahun 1668 di Paris. Perusahaan ini memperoleh sukses selama periode spekulasi di Inggris yang terkenal sebagai “bubble period” ini adalah disahkannya bubble act dalam tahun 1720, berdasarkan undang-undang ini raja George mengesahkan piagam untuk dua perusahaan asuransi laut yaitu London Assurance Corporation dan Royal Exchange Assurance Corporation. Belakangan perusahaan-perusahaan ini diizinkan untuk bergerak dibidang asuransi kebakaran dan asuransi jiwa disamping asuransi laut. Walaupun perusahaan-perusahaan yang memikul asuransi terus berkembang, namun para penanggung perorangan masih tetap merupakan faktor utama dalam bisnis asuransi di Inggris.

TUJUAN  ASURANSI :
Ø  Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
Ø  Meningkatkan efisiensi, karena kita tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.
Ø  Membantu mengadakan pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya premi saja yang jumlahnya sudah tertentu dan secara tetap setiap periode, sehingga tidak perlu mengganti atau membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
Ø  Dasar pemberian kredit dari Bank atau Lembaga Keuangan lainnya, dimana dalam pemberian Kredit atau Leasing tersebut, pihak pemberi kredit atau leasing memerlukan jaminan perlindungan atas barang anggunan kredit/leasing tersebut.
Ø  Sebagai Tabungan, bahkan lebih daripada itu, karena yang dibayar kepada perusahaan Asuransi akan dikembalikan dengan jumlah yang lebih besar. Hal ini dalam Asuransi Jiwa.

Related Posts :

0 Response to "Hukum Asuransi"

Post a Comment