Hukum Kepailitan

            Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana di atur dalam UU No.37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran hutang. Undang-undang ini semakin menjawab berbagai permasalahan kredit macet yang ada di Indonesia pada waktu itu. Walaupun demikian pasal 22 Undang-undang kepailitan mengecualikan beberapa harta kekayaan debitur dari harta pailit. Selain itu, dalam pasal 1131 dan 1132 kitab undang-undang hukum perdata juga menerangkan tentang jaminan pembayaran harta seorang debitor kepada kreditor. Dalam pasal 1131 kitab undang-undang hukum perdata disebut bahwa “Segala kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan perserikatan perseorangan”. Hal ini sangat memperjelas tentang obyek dari harta pailit. Namun dalam perkembangannya, banyak debitor yang berusaha menghindari berlakunya pasal 1131 kitab undang-undang hukum perdata tersebut dengan melakukan berbagai perbuatan hukum untuk memindahkan berbagai asetnya sebelum dijatuhkan keputusan pailit oleh pengadilan Niaga. Hal ini sangat merugikan kreditur  karena semakin berkurangnya harta yang dipailitkan maka pelunasan utang kepada kreditor menjadi tidak maksimal. Undang-undang telah melakukan berbagai cara untuk melindungi kreditor dengan pasal 1341 kitab undang-undang hukum perdata dan pasal 41-49 undang-undang No.37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.

Pengertian Kepailitan
            Pailit dapat di artikan debitor dalam keadaan berhenti membayar hutang karena tidak mampu, kata pailit juga dapat di artikan sebagai bankcrupt. Kata bankcrupt sendiri mengandung arti banca ruta, dimana kata tersebut bermaksud memporak-porandakan kursi-kursi, adapun sejarahnya mengapa dikatakan demikian karena dahulu suatu peristiwa dimana terdapat seorang debitor yang tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditor, karena marah sang kreditor mengamuk dan menghancurkan seluruh kursi-kursi yang terdapat ditempat debitor.
            Sedangkan dalam pasal 1 angka 1 Undang-undang No.37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (UU Kepailitan), Kepailitan adalah sita hukum atas semua kekayaan debitor pailit yang penguruan dan pemberesannya  dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas.

Pengertian PKPU
            Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) menurut Munir Fuady adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui keputusan pengadilan Niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitor diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya dengan memberikan rencana perdamaian (Composition Plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasikan utangnya itu. Dengan demikian penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) merupakan semacam moratorium dalam hal ini legal moratorium.

Dasar Hukum PKPU
            Didalam undang-undang kepailitan No.37 tahun 2004 pasal 222 ayat 2 dikatakan:
“Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor”
            Permohonan PKPU oleh si debitor ini dilakukan sebelum permohonan pernyataan pailit di ajukan oleh pihak lain kepada debitor. Namun adakalanya PKPU ini di ajukan oleh si debitor pada saat permohonan pernyataan pailit si debitor oleh pihak lain telah dimohonkan ke pihak pengadilan. Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan pembayaran utang (PKPU) ini diperiksa pada saat yang bersamaan maka PKPU ini harus diputuskan terlebih dahulu.
            Menurut Munir Fuady dalam bukunya “Pengantar Hukum Bisnis” mengatakan: “Akan tetapi, ada kalanya juga sebenarnya permohonan PKPU oleh debitor terpaksa dilakukan oleh debitor dengan tujuan untuk melawan permohonan pailit yang telah di ajukan  oleh para kreditornya. Jika di ajukan PKPU padahal permohonan pailit telah dilakukan maka hakim harus mengabulkan PKPU, dalam hal ini PKPU sementara untuk jangka waktu 45 hari sementara gugatan pailit gugur demi hukum”.

A.     Akibat PKPU
1)      Kreditor
2)      Bank Indonesia dalam hal debitor adalah bank
3)      Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dalam hal debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan penyelesaian
4)      Menteri keuangan dalam hal debitor adalah  perusahaan asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang kepentingan public
Dengan dikabulkannya permohonan PKPU (PKPU sementara) makan berlakulah hal-hal sebagai berikut:
1)      Selama PKPU berlangsung, terhadap debitor tidak dapat di ajukan permohonan pailit
2)      Di angkat seorang Hakim Pengawas yang tugasnya mirip dengan Hakim Pengawas dalam Kepailitan
3)      Di angkatnya seorang atau ebih pengurus yang bertugas melakukan pengawasan terhadap kekayaan debitor
4)      Debitor tetap dapat melakukan tindakan pengurusan dan tindakan pengalihan atas kekayaan asalkan mendapat persetujuan pengurus
5)      Tindakan debitor atas kekayaannya tanpa persetujuan pengurus adalah tidak mengikat kekayaannya

B.      Berakhirnya PKPU
Atas permintaan hakim pengawas:
·         Debitor, selama waktu PKPU apabila bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan terhadap hartanya
·         Debitor telah murugikan atau telah mencoba merugikan kreditornya
·         Debitor melakukan pelanggaran pasal 240 ayat 1 UUK
·         Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh pengadilan pada saat atau sesudah PKPU diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan yang diisyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta debitor
·         Selama waktu PKPU, keadaan harta debitor ternya tidak lagi memungkinkan dilanjutkan PKPU atau keadaan debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap kreditor pada waktunya.

Asas-Asas Kepailitan
·         Asas keseimbangan undang-undang ini mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan
·         Asas kelangsungan usaha dalam undang-undang ini, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan
·         Asas keadaan asal keadilan ini untuk mencegah terjadi kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor, dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya
·         Asas integrasi dalam undang-undang ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum meterilnya merupakan satu pengertian yang utuh dari sistem hukum perdata secara perdata nasional
Dalam pasal 2 ayat 1 undang-undang kepailitan No.37 tahun 2004 ditetapkan syarat-syarat debitur dinyatakan pailit yaitu, “Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit oleh keputusan pengadilan baik atas permohonan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya”.

Tujuan Kepailitan
            Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara kreditur atas kekayaan debitur oleh curator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat bagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.

Dasar Hukum Tentang Kepailitan
            Adapun peraturan mengenai kepailitan diindonesia dapat dilihat dalam beberapa ketentuan antara lain:
1.      UU No.37/2004 tentang kepailitan dan penundaan kewawjiban pembayaran.
2.      UU No.40/2007 tentang perseroan terbatas.
3.      UU No.4/1996 tentang hak tanggungan.
4.      UU No.42/1992 tentang jaminan fiducia.
5.      Pasal-pasal yang terdapat dalam kitab undang-undang Hukum Perdata (BW) yaitu pasal 1131-1134.
6.      Dan beberapa undang-undang lainnya yang mengatur mengenai BUMN (UU No.19/2003), Pasar Modal (UU No.8/1995), Yayasan (UU No.16/2001), Koperasi (UU No.25/1992).
Sejarah perundang-undangan kepailitan diindonesia telah dimulai hampir 100 tahun yang lalu yakni sejak 1906, sejak berlakunya “Verordening Op Het Failissement En Surceance Van Betaling Voor De European In Indonesia” sebagaimana dimuat dalam Staatblads 1905 No.217 Jo. Staatblads 1906 No.348 Faillissement Verordening. Dalam tahun 1960-an ke 1970-an secara relatif masih banyak perkara kepailitan yang diajukan kepada pengadilan negri diseluruh Indonesia, namun sejak tahun 1980-an hampir tidak ada perkara kepailitan yang diajukan ke pengadilan negri. Tahun 1998 krisis moneter melanda Indonesia, banyak utang tidak dibayar lunas meski sudah ditagih sehingga timbul pikiran untuk membangunkan proses kepailitan dengan cara memperbaiki perundang-undangan dibidang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang atau biasanya disingkat PKPU.
Pada tanggal 20 april 1998 pemerintah telah menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang No.1/1998 tentang perubahan atas undang-undang tentang kepailitan yang kemudian telah disetujui oleh dewan perwakilan rakyat menjadi undang-undang, yaitu undang-undang No.4/1998 tentang penetapan peraturan pemerintah No.1/1998 tentang perubahan atas undang-undang tentang kepailitan tanggal 9 september 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 No.135).

PIHAK YANG DAPAT MELAKUKAN PERMINTAAN KEPAILITAN
            Kasus pailitnya Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tentu telah menjadi catatan sejarah perkembangan televisi ditanah air. Stasius televisi yang didirikan putri sulung presiden soeharto, Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut ini pertama kali mengudara pada 1 januari 1991. Di awal mengudara, TPI hanya bersiaran selama 2 jam, yakni pukul 19.00-21.00 WIB. Studio siaran pun masih nebeng, yakni di stadion 12 TVRI senayan, Jakarta.
            Secara bertahap, TPI mulai memanjangkan durasi tayangannya. Hingga pada akhir 1991, TPI sudah mengudara selama 8 jam sehari. Sejak awal, kinerja keuangan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh PT Citra Lamtoro Gung Persada ini memang buruk. Termasuk ketika memutuskan keluar dari naungan TVRI dan menjadi stasiun televisi dangdut pada pertengahan 1990-an. Puncaknya, pada tahun 2002 posisi utang TPI sudah mencapai RP 1,634 Triliun. Mbak Tutut pun kelimpungan, ancaman pailit pun terjadi.
Ditengah kondisi tersebut, Mbak Tutut minta bantuan kepada Henry Tanoesoedibjo (HT) untuk membayar sebagian utang-utang pribadinya. Sekedar info, saat itu HT menjabat sebagai direktur utama PT Bimanta Citra Tbk (BMTR) yang sekarang berubah nama menjadi PT Global Mediacom Tbk (BMTR). Bimantara Citra merupakan perusahaan kongsi antara bambang trihadmojo, adik mbak Tutut dengan HT dan kawan-kawan.
Akhirnya BMTR sepakat untuk membayar sebagian utang mbak Tutut sebesar US$ 55 juta dengan kompensasi akan mendapat 75% saham TPI. Mbak Tutut setuju, HT pun senang usulan tersebut disepakati. Mereka pun diikat oleh sebuah nota kesepakatan. Dengan penandatanganan nota kesepakatan pada februari 2003 tersebut, HT resmi menguasai saham mayoritas TPI.
Entah kenapa setelah saham TPI  dikuasai oleh HT, kondisi keuangan TPI dianggap belum stabil. Enam tahun kemudian, tepatnya pada 14 oktober 2009, pengadilan niaga dipengadilan negri Jakarta pusat mengabulkan Crown Capital Global Limited (CCGL) tuduhan pailit kepada TPI. Putusan ini sempat diprotes sejumlah ahli hukum, anggota DPR, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), serta tentu saja para pekerja TPI.
Putusan kepailitan kepada TPI tersebut, disinyalir terjadi karena ada campur tangan makelar khusus (Markus). Betapa tidak, begitu mudahnya pengadilan negri Jakarta pusat mengabulkan. Menurut direktur utama TPI saat itu, Sang Nyoman, keberadaan makelar khusus dalam perkara ini disinyalir sangat kuat mengingat sejumlah fakta hukum yang diajukan ke persidangan tidak menjadi pertimbangan majelis hukum saat memutuskan perkara ini.
“ada pihak yang disebut mendapat tugas pemberesan sengketa ini dan mengakui sebagai pengusaha batu bara berinisial RB”, ujar Nyoman. Inisial RB ini pernah terungkap, ketika diadakan rapat pertemuan antara hakim pengawas, tim curator, dan reksi TPI di Jakarta pusat pada 4 november 2009. TPI pun kemudian melakukan kasasi untuk permohonan peninjauan kembali kasus tersebut kepada mahkamah agung. Tepat pada 15 desember 2009, dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Abdul Kadir Moppong dengan hakim anggota Zaharuddin Utama dan M.Hatta Ali, memutuskan TPI tidak pailit.
Meski diputuskan tidak pailit, citra TPI tetap dianggap “pailit”. Sejak 20 Oktober 2010 TPI berganti nama, logo, dan merk baru secara resmi, yakni MNC TV. Perubahan nama ini merupakan rebranding untuk kepentingan bisnis, sebagaimana layaknya lativi di re-branding menjadi tvOne. Meski program-program dangdut ala TPI masih dipertahankan, diharapkan dengan bergantinya nama, penjualan iklan semakin meningkat.
Alasan pemilihan nama MNC TV itu sendiri, kabarnya nama MNC sudah kuat di market, bisa jadi hal tersebut benar. Berdasarkan riset AC Nilsen, ditengah persaingan industri pertelevisian yang semakin ketat, pada april 2005 MNC TV berhasil mencapai posisi pertama dengan 16,6% audience share. Pada 2013 Komisi Penyiaran Idonesia (KPI) sempat membuat peringkat 10 televisi terbaik yang dimana MNC TV berhasil duduk diperingkat ke-2 setelah Trans TV. Peringkat tersebut naik setelah pada 2012 KPI mendudukan MNC TV diperingkat ke-3.

SYARAT-SYARAT KEPAILITAN
1.      Adanya debitur yang tidak membayar utang
2.      Adanya lebih dari satu kreditur
3.      Adanya lebih dari satu utang
4.      Minimal satu utang sudah jatuh tempo
5.      Minimal satu utang sudah dapat ditagih
6.      Pernyataan pailit diputus oleh pengadilan niaga. Pihak-pihak yang dapat mengajukan kepailitan dalam pasal 2 UU kepailitan yang baru, yaitu undang-undang No.37/2004 pihak-piihak yang dapat mengajukan permohonan kepailitan pada pengadilan niaga adalah:
·         Debitur sendiri
·         Seorang atau lebih krediturnya
·         Kejaksaan untuk kepentingan umum
·         Bank Indonesia (BI) dalam hal debitur merupakan bank
·         Badan pengawas pasar modal (Bapepam) dalam hal debitur merupakan perusahaan efek
·         Menteri keuangan dalam  hal debitur merupakan perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau BUMN yang bergerak dibidang kepentingan publik
·         Pihak debitur
·         Satu atau lebih kreditur
·         Jaksa untuk kepentingan umum
·         Bank Indonesia jika debiturnya bank
·         Bapepam jika debiturnya bank
·         Menteri keuangan jika debiturnya perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi dana pension atau BUMN yang bergerak dibidang kepentingan publik

0 Response to "Hukum Kepailitan"

Post a Comment