Keseimbangan Ekonomi Tiga Sektor
Yang
dimaksudkan dengan perekonomian tiga sektor adalah perekonomian yang terdiri
dari sektor rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. Dalam perekonomian ini
disebut juga sebagai perekonomian tertutup karena kegiatan perekonomiannya
berkecimpung hanya dalam negeri sendiri tanpa adanya kerja sama perdagangan
dengan pihak luar.
Campur
tangan pemerintah dalam perekonomian menimbulkan dua perubahan penting dalam
proses penentuan keseimbangan pendapatan nasional yakni:
a) Pungutan
pajak yang dilakukan pemerintah akan mengurangi pengeluaran agregat melalui
pengurangan ke atas konsumsi rumah tangga.
b) Pajak
memungkinkan pemerintah melakukan perbelanjaan dan ini akan menaikkan
perbelanjaan agregat.
Dalam suatu perekonomian keseimbangan pendapatan
nasional akan tercapai apabila penawaran agregat adalah sama dengan pengeluaran
agregat. Maka dalam perekonomian tertutup ini, perbelanjaan yang meliputi
konsumsi rumah tangga (C), investasi perusahaan (I) dan pengeluaran pemerintah
membeli barang dan jasa (G). Dengan demikian keadaan yang menciptakan
keseimbangan dalam perekonomian tiga sektor adalah: Penawaran agregat sama
dengan pengeluaran agregat (Y=AE), atau
Y = C + I + G
dan secara suntikan-bocoran I + G = S + T
Jenis-jenis Pajak.
Umumnya
berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah dibedakan dua golongan, yakni:
a)
Pajak langsung yakni jenis pungutan
pemerintah yang secara langsung dikumpulkan dari pihak yang wajib membayar
pajak.
b)
Pajak tak langsung yaitu pajak yang
bebannya dapat dipindah-pindahkan kepada pihak lain atau dalam hal ini pajak
yang dipungut langsung oleh pemerintah di setiap pembelian barang ataupun jasa.
Contohnya seperti pajak impor dan pajak penjualan.
Dan
berdasarkan pendapatan, pajak dibedakan sebagai berikut:
a)
Pajak Regresif dimana sistem pajak yang
persentasi pungutannya menurun apabila pendapatan yang dikenakan pajak
bertambah tinggi. Contohnya pajak impor, pajak penjualan dan pembayaran fiskal
untuk orang yang bepergian ke luar negeri.
b)
Pajak Proporsional yakni pajak yang
persentasi pungutannya yang sama besarnya pada berbagai tingkat pendapatan.
c)
Pajak Progresif adalah sistem pajak
yang persentasi pungutannya meningkat apabila pendapatannya makin bertambah
atau meningkat.
Efek Pajak Terhadap Konsumsi Dan Tabungan.
Dalam
perekonomian yang telah mengenakan pajak, maka hubungan di antara pendapatan
disposebel dan pendapatan nasional dapat dinyatakan secara persamaan:
Yd = Y – T
Yaitu
pendapatan disposebel (Yd) adalah sama dengan pendapatan nasional
(Y) dikurangi dengan pajak (T).
Maka
secara dapat dirumuskan: Pajak yang
dipungut akan mengurangi pendapatan disposebel sebanyak pajak yang dipungut
tersebut (Yd = Y – T) dan penurunan pendapatan disposebel
menyebabkan pengeluaran konsumsi dan tabungan rumah tangga akan berkurang pada
berbagai tingkat pendapatan.
Pengaruh
pajak tetap dan pajak proporsional terhadap konsumsi dan tabungan rumah tangga
(dalam triliun rupiah).→ C = 90 + 0,75Y
& S = –90 + 0,25Y
Y
|
T
|
Yd
|
C
|
S
|
Bagian 1: T = 0
|
||||
0
|
0
|
0
|
90
|
-90
|
240
|
0
|
240
|
270
|
-30
|
480
|
0
|
480
|
450
|
30
|
Bagian 2: T = 40
|
||||
0
|
40
|
-40
|
60
|
-100
|
240
|
40
|
200
|
240
|
-40
|
480
|
40
|
440
|
420
|
20
|
Bagian 3: T = 20% dari Y
(0,2Y)
|
||||
0
|
0
|
0
|
90
|
-90
|
240
|
48
|
192
|
234
|
-42
|
480
|
96
|
384
|
378
|
6
|
Pengaruh Pajak Dalam Analisis Aljabar.
Efek Pajak Tetap.
Misalkan
fungsi konsumsi asal adalah C = a + bY dan pajak adalah T (pajak tetap). Pajak
sebanyak T menurunkan konsumsi sebanyak
ΔC = bT. Dengan demikian fungsi konsumsi sesudah pajak (C1)
adalah: C1 = –bT + a + bY
Fungsi tabungan
asal adalah ΔS = –(1–b)Y. Dengan demikian fungsi tabungan
sesudah pajak (S1) adalah: S1 = –(1–b)T – a + (1–b)Y
Contoh sesuai
kasus di atas yakni C = 90 + 0,75Y & S = -90 + 0,25Y dengan T = 40 maka:
Fungsi konsumsi
C1 = –bT + bY → C1 = -0,75(40) + 90 +
0,75Y → C1 = 60 + 0,75Y
dan fungsi tabungan: S1 = –(1–b)T– a +
(1–b)Y →S1 = –(1–0,75)40
– 90 + (1–0,75)Y → S1 = –100
+ 0,25Y
Efek Pajak Proporsional.
Pajak
proporsional sebanyak tY menurunkan konsumsi sebanyak ΔC = –btY dan fungsi
konsumsi asal adalah C = a + bY maka fungsi konsumsi yang baru (C1)
adalah: C1 = a + bY–btY atau
C1 = a + b(1–t)Y
Fungsi
tabungan asal adalah S = –a + b(1–b)Y dan pajak adalah tY maka pajak tersebut
menurunkan fungsi tabungan sebanyak ΔS = (1–b)tY sehingga fungsi tabungan baru
(S1) adalah: S1 = –a + (1–b)Y –(1–b)tY → S1 =
–a + ((1–b) –(1–b)t))Y→ S1 =
–a + (1–b) (1–t)Y
Contoh sesuai
kasus di atas yakni C = 90 + 0,75Y & S = -90 + 0,25Y dengan T = 0,20Y maka:
Fungsi konsumsi
C1 = a + b(1–t)Y → C1
= 90 + 0,75 (1-0,20)Y → C1 =
90 + 0,6Y dan fungsi tabungan S1 = –a + (1–b) (1–t)Y → S1 = –90 + (1–0,75)
(1–0,20)Y → S1 = –90 + 0,2Y
Pengeluaran Pemerintah.
Jumlah
pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode tertentu
tergantung banyak faktor. Yang terpenting di antaranya adalah:
a) Proyeksi
jumlah pajak yang diterima. Makin banyak jumlah pajak yang dikumpulkan makin
banyak pula perbelanjaan pemerintah yang akan dilakukan.
b) Tujuan-tujuan
ekonomi yang ingin dicapai pemerintah. Bagaimana pemerintah dalam mengatasi
masalah pengangguran, menghindari infalsi dan mempercepat pembangunan ekonomi
dalam jangka panjang.
c) Pertimbangan
politik dan keamanan. Keadaan tidak stabil dan kondusif sebagai akibat
kekacauan politik dan keamanan akan sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian
karena akan menambah pengeluaran pemerintah termasuk mengatasi hal itu.
Keseimbangan Dalam Perekonomian Tiga Sektor.
Uraian
mengenai keseimbangan dalam perekonomian tertutup ini akan dibedakan dalam dua
keadaan yaitu dalam perekonomian dimana sistem pajaknya adalah pajak dan dalam
perekonomian dimana sistem pajaknya adalah pajak proporsional.
Pajak Tetap dan Keseimbangan Pendapatan.
Untuk
menerangkan keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian dimana sistem
pajaknya adalah pajak tetap, digunakan asumsi sebagai berikut:
Konsumsi
sesudah pajak C = 60 + 0,75Y dan fungsi tabungannya S = -100 + 0,25Y. Pajaknya
sebesar T = 40 dan investasi sektor perusahaan I = 120 (triliun rupiah) dan
pengeluaran pemerintah G = 60 (triliun rupiah)
Y
|
T
|
C
|
S
|
I
|
G
|
AE
|
Keadaan Ekonomi
|
0
|
40
|
60
|
-100
|
120
|
60
|
240
|
Ekspansi
|
240
|
40
|
240
|
-40
|
120
|
60
|
420
|
|
480
|
40
|
420
|
20
|
120
|
60
|
600
|
|
720
|
40
|
600
|
80
|
120
|
60
|
780
|
|
960
|
40
|
780
|
140
|
120
|
60
|
960
|
Seimbang
|
1200
|
40
|
960
|
200
|
120
|
60
|
1040
|
Kontraksi
|
1440
|
40
|
1040
|
260
|
120
|
60
|
1220
|
Secara aljabar
dapat dinyatakan demikian:
Y
= C + I + G I + G = S + T
Y
= 60 + 0,75Y + 120 + 60 120 + 60 = -100 + 0,25Y + 40
0,25Y = 240 0,25Y = 240
Y
= 960 Y = 960
Pajak Proporsional dan Keseimbangan Pendapatan.
Untuk
menerangkan keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian dimana sistem
pajaknya adalah pajak proporsional, digunakan asumsi sebagai berikut:
Konsumsi
sesudah pajak C = 90 + 0,60Y dan fungsi tabungannya S = -90 + 0,20Y. Pajaknya
sebesar T = 0,20Y dan investasi sektor perusahaan I = 150 (triliun rupiah) dan
pengeluaran pemerintah G = 240 (triliun rupiah).
Y
|
T
|
C
|
S
|
I
|
G
|
AE
|
Keadaan Ekonomi
|
0
|
0
|
90
|
-90
|
150
|
240
|
480
|
Ekspansi
|
240
|
48
|
234
|
-42
|
150
|
240
|
624
|
|
480
|
96
|
278
|
6
|
150
|
240
|
768
|
|
720
|
144
|
522
|
54
|
150
|
240
|
912
|
|
960
|
192
|
666
|
102
|
150
|
240
|
1056
|
|
1200
|
240
|
810
|
150
|
150
|
240
|
1200
|
Seimbang
|
1440
|
288
|
954
|
198
|
150
|
240
|
1344
|
Kontraksi
|
Secara aljabar dapat
dinyatakan demikian:
Y
= C + I + G I + G = S + T
Y
= 90 + 0,60Y + 150 + 240
150 + 240 = -90 + 0,20Y + 20Y
0,40Y = 480 0,40Y = 480
Y
= 1200 Y = 1200
Multiplier
dalam Perekonomian Tiga Sektor
Diasumsikan
kalau investasi pihak swasta ditambah sebesar 20 triliun maka bagaimana
perubahan pada keseimbangan pendapatan nasional?
Proses Multiplier
dalam Angka (dalam triliun rupiah)
Tahap proses Multiplier
|
ΔY
|
ΔT
|
ΔYd
|
ΔC
|
ΔS
|
Bagian 1: Pajak Tetap
|
|||||
I
|
ΔI= ΔY1=20
|
0
|
20
|
15
|
5
|
II
|
15
|
0
|
15
|
11,25
|
3,75
|
………….
|
………….
|
……
|
……
|
……
|
……
|
Jumlah
|
80
|
0
|
80
|
60
|
20
|
Bagian 2: Pajak
Proporsional
|
|||||
I
|
ΔI= ΔY1=20
|
4
|
16
|
12
|
4
|
II
|
12
|
3,2
|
12,8
|
9,6
|
3,2
|
………….
|
………….
|
……
|
……
|
……
|
……
|
Jumlah
|
50
|
10
|
40
|
30
|
10
|
Formula Multiplier
untuk Sistem Pajak Tetap: Mtp =
1
1 – b
Sehingga ΔY = 1 ΔI →
ΔY = 1
20
ΔY = 4 x 20 = 80
1 – b 1 – 0,75
Formula Multiplier
untuk Sistem Pajak Proporsional: Mtp = 1
= ____1___
1 – b + bt 1 – b(1 – t)
Sehingga ΔY = 1 ΔI→ ΔY =
1 20
1 – b + bt 1 – 0,75 + 0,75(0,20)
ΔY = 1
= 2,5 x 20 = 50
1 – 0,4
Multiplier Perubahan Pajak.
Sistem Pajak Tetap.
Dalam perekonomian bersistem pajak tetap, pendapatan
nasional asal dihitung dengan formula:
Y = 1 (a – bT + I + G)
1 – b
Apabila
pajak diturunkan sebanyak ΔT maka konsumsi dan perbelanjaan agregat akan
bertambah sebanyak ΔC = ΔAE =
ΔbT
Dengan demikian
pendapatan nasional yang baru dapat dihitung dengan persamaan:
Y
= 1 (a – bT + bΔT + I + G)
1 – b
Apabial
pendapatan nasional yang baru (Y1) dikurangi dengan pendapatan
nasional yang asal (Y), tambahan pendapatan nasional yang wujud (ΔY = Y1
– Y) adalah:
ΔY
= 1 (bΔT) atau
ΔY = b (ΔT)
1 – b 1 – b
Sistem
Pajak Proporsional.
Dalam
perekonomian bersistem pajak tetap, pendapatan nasional asal dihitung dengan
formula:
Y = 1
(a + I + G)
1 – b + bt
Apabila
pajak diturunkan sebanyak ΔT maka konsumsi dan perbelanjaan agregat akan
bertambah sebanyak ΔC = ΔAE =
ΔbT
Dengan demikian
pendapatan nasional yang baru dapat dihitung dengan persamaan:
Y
= 1 (a + bΔT + I + G)
1 – b + bt
Apabial
pendapatan nasional yang baru (Y1) dikurangi dengan pendapatan
nasional yang asal (Y), tambahan pendapatan nasional yang wujud (ΔY = Y1
– Y) adalah:
ΔY
= 1 (bΔT) atau
ΔY = b
(ΔT)
1 – b + bt 1 – b + bt
Masalah Makroekonomi dan Kebijakan
Fiskal.
Langkah-langkah
pemerintah dalam upaya membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak dan atau
melakukan perbelanjaannya dengan tujuan
untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi disebut kebijakan fiskal.
Tingkat
kegiatan ekonomi negara yang wujud pada suatu waktu tertentu adalah berbentuk
dari salah satu dari keadaan yakni mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja penuh
dan menghadapi masalah pengangguran serta menghadapi masalah inflasi.
Ketika
menghadapi masalah depresi dan pengangguran maka kebijakan yang dilakukan
kebijakan anggaran belanja defisit yaitu menambah pengeluarannya untuk
meningkatkan kegiatan ekonomi diimbangi dengan pengurangan pajak yang dipungut
dari para penerima pendapatan dan perusahaan-perusahaan.
Ketika
menghadapi masalah inflasi maka kebijakan anggaran surplus yang harus dilakukan
oleh pemerintah yakni dengan mengurangi pengeluaran atau perbelanjaannya dan
menaikkan tingkat dan jumlah pajak yang dipungut dari berbagai golongan
masyarakat.
Kebijakan
Fiskal Diskresioner diartikan sebagai langkah-langkah pemerintah untuk mengubah
pengeluarannya atau pemungutan pajak dengan tujuan mengurangi gerak naik turun
tingkat kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menciptakan suatu tingkat
kegiatan ekonomi yang mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja yang tinggi, tidak
menghadapi masalah inflasi dan selalu mengalami pertumbuhan yang memuaskan.
Kebijakan
fiskal diskresioner ini dibedakan dalam tiga bentuk yaitu membuat perubahan ke
atas pengeluaran pemerintah; membuat perubahan ke atas system pemungutan pajak;
dan secara serentak membuat perubahan dalam pengeluaran pemerintah dan system
pemungutan pajak.
Di
dalam masa dimana perekonomian berada di bawah tingkat konsumsi tenaga kerja
penuh dan pengangguran cukup tinggi maka untuk mengatasinya pemerintah dapat
melakukan perubahan dengan memilih satu dari beberapa perubahan berikut:
a) Menaikkan
pengeluarannya tetapi tidak membuat perubahan apa-apa ke atas pajak yang
dipungut.
b) Mempertahankan
tingkat pengeluarannya tetapi menurunkan pajak yang dipungutnya.
c) Di
satu sisi menaikkan pengeluarannya dan di lain pihak menurunkan pajak yang
dipungutnya.
d) Pengeluaran
dan pemungutan pajak dinaikkan dengan sama besarnya dengan tujuan untuk menjaga
agar pendapatan dan pengeluaran pemerintah tetap seimbang.
Sedangkan
perubahan-perubahan yang dilakukan untuk mengatasi inflasi adalah:
a) Mengurangi
pengeluarannya, atau
b) Menaikkan
pajak yang dipungut, atau
c) Mengurangi
pengeluaran dan menaikkan pajak yang dipungut, atau
d) Mengurangi
pengeluaran dan mengurangi pajak yang dipungut dengan jumlah sama besar.
Pada
hakikatnya terdapat tiga faktor yang menentukan besarnya perubahan dalam
anggaran belanja untuk mengatasi masalah pengangguran dan inflasi, antara lain:
a) Besarnya
perbedaan di antara pendapatan nasional yang sebenarnya dicapai dengan
pendapatan nasional yang akan tercapai pada konsumsi tenaga kerja penuh.
b) Bentuk
kebijakan fiskal diskresioner yang akan dilaksanakan.
c) Besarnya
kecenderungan konsumsi marginal masyarakat pendapatan nasional (MPC).
Contoh:
Misalkan pendapatan nasional potensial, yaitu pendapatan nasional yang akan
dicapai pada tingkat konsumsi tenaga kerja penuh adalah Rp 800 triliun.
Sedangkan pendapatan nasional yang sebenarnya tercapai adalah Rp 750 triliun.
MPC pendapatan disposebel adalah 0,75 sistem pajak adalah pajak proporsional
sebesar 20% dari pendapatan nasional. Maka alternatif kebijakan fiskal
diskresioner yang dilakukan pemerintah adalah:
Kenaikan
Pengeluaran Pemerintah.
Rp 800 – Rp 750
= Rp 50 triliun. Berarti untuk mencapai kesempatan kerja penuh pendapatan
nasional harus ditambah sebanyak ΔY = Rp 50 triliun
ΔY = 1 ΔG → 50 1
1 – b + bt 1 – 0,75
+ 0,75(0,20)
50 = 2,5 x
(
= 50 / 2,5 = 20
Jadi
pengeluaran pemerintah perlu ditambah sebanyak Rp 20 triliun.
Pengurangan
Pajak.
ΔY = b
ΔT →50 = 0,75
1 – b + bt 1 – 0,75 +
0,75(0,20)
50 = 0,75 (
→50 =1,875ΔT →ΔT = 26,7
0,40
Jadi
pajak perlu dikurangi sebanyak Rp 26,7 triliun.
Kenaikkan
Pengeluaran Pemerintah dan Pengurangan Pajak.
Apabila pemerintah menaikkan pengeluaran sebanyak Rp
10 triliun maka pertambahan pendapatan nasional adalah (dalam triliun rupiah):
ΔY
= 1 ΔG →
ΔY = 2,5 (10) →ΔY = 25
1 – 0,75 + 0,75(0,20)
Oleh
karena pengeluaran pemerintah sudah menaikkan pendapatan nasional sebanyak Rp
25 triliun, maka sisa kenaikkan pendapatan nasional yang masih diperlukan untuk
mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja penuh adalah Rp 50 triliun – Rp 25
trliun = Rp 25 triliun. Maka sisa pertambahan ini dicapai dengan menurunkan
pajak sebanyak:
ΔY
= b ΔT→ 25 = 0,75 ΔT→25 = 0,75 ΔT
→
1 – b + bt 1 – 0,75 +
0,75(0,20) 0,40
25 = 1,875ΔT →ΔT = 13,3
Jadi
pajak yang harus dikurangi adalah sebanyak Rp 13,3 triliun.
Penyusun : Theobaldus Boro tura, S.E, M.M
Oranng mn bng nmx mirip bpak sya boro tura
ReplyDelete